

Puisi Tradisional Malang : Macapat Malangan
Macapat merupakan tembang ataupun puisi tradisional Jawa. Tiap bait macapat memiliki baris kalimat yang diucap gatra, serta tiap gatra memiliki beberapa suku kata( guru wilangan) tertentu, serta berakhir pada bunyi sajak akhir yang diucap guru lagu. Umumnya macapat dimaksud selaku maca papat- papat( membaca empat- empat), ialah artinya metode membaca terjalin masing- masing 4 suku kata. Suatu karya sastra macapat umumnya dipecah jadi sebagian pupuh, sedangkan tiap pupuh dipecah jadi sebagian pada. Tiap pupuh memakai metrum yang sama. Metrum ini umumnya bergantung kepada sifat isi bacaan yang dikisahkan.
Jumlah pada per pupuh berbeda- beda, bergantung terhadap jumlah bacaan yang digunakan. Sedangkan tiap pada dipecah lagi jadi larik ataupun gatra. Sedangkan tiap larik ataupun gatra ini dipecah lagi jadi suku kata ataupun wanda. Tiap gatra jadi mempunyai jumlah suku kata yang senantiasa serta berakhir dengan suatu vokal yang sama pula. Ketentuan menimpa pemakaian jumlah suku kata ini diberi nama guru wilangan. Sedangkan ketentuan konsumsi vokal akhir tiap larik ataupun gatra diberi nama guru lagu.
Seni Macapat Malangan
Macapat Malangan ialah seni membaca cerita yang dicoba serta mempunyai sebagian berbagai cerita, di antara lain ialah Layang Amad Mukamad yang berkisah tentang cerita Amad serta Mukamad yang dituduh mencuri santapan serta dikejar oleh juragannya. Dalam pembacaan cerita ini kadangkala diselingi dengan guyonan( canda) dari para pembaca kala menggambarkan diskusi yang terjalin dalam cerita itu. Cerita yang lain merupakan Layang Yusuf yang mempunyai alur cerita nyaris sama dengan cerita Nabi Yusuf dalam Agama Islam. Cerita ini kerap dibacakan dalam kegiatan selamatan( acara warga buat memanjatkan doa) menempati rumah baru ataupun mempunyai anggota baru. Pada dikala ini kesenian Macapat Malangan masih bisa kita jumpai di Desa Glagah Dowo, Kecamatan Tumpang, Malang.


Tembang Macapat Malangan merupakan tembang macapat yang mempunyai karakteristik khas cengkok khas Malangan. Di tiap wilayah tembang macapat mempunyai karakteristik khas tertentu antara lain Metaraman, Semarangan, Majapaitan, Gresikan, Tengger, serta Malangan. Namun tidak seluruh tembang macapat di Malang diucap Malangan. Identitas yang membedakan ialah cengkoknya. Di mana saja ditembangkan, apabila masing- masing cengkok serta lafal pengucapan kata- katanya dikenali dari Malang, tembang itu dapat diucap Macapat Malangan.
Tembang Macapat Malangan tumbuh di wilayah pedesaan, timbul dari kesenian rakyat yang bertabiat lugu serta apa terdapatnya. Tembang Macapat Malangan ini pula bertabiat kebersamaan, dekat sekali dengan warga serta sangat komunikatif. Macapat Malangan umumnya diperdengarkan dikala tidur- tiduran, melindungi balita serta lain- lain. Tidak hanya itu Macapat Malangan pula selaku ilmu pengetahuan, tuntunan, serta buat melestarikan bahasa serta sastra Jawa.
Ketentuan serta identitas Macapat Malangan ialah:
- Tata ketentuan universal pada bait, ialah guru gatra: jumlah gatra( baris) di masing- masing bait. Guru wilangan ialah jumlah suku kata di masing- masing gatra, serta guru lagu( swara) ialah bunyi vokal di tiap akhir bait. Guru lagu serta guru wilangan tembang macapat malangan wajib dicermati. Sebab tidak tidak sering guru wilangan ditambah ataupun dikurangi, apalagi terdapat gatra yang ditambah senggakan, contohnya aauu, auan, ii, serta lain- lain. Tidak hanya itu pula guru lagunya kerap setelah itu tidak sama dengan tata ketentuan tembang macapat malangan yang telah universal. Yang butuh dicermati, saat sebelum belajar guru gatra, guru wilangan, serta guru lagu macapat malangan wajib telah paham ketentuan pokok tembang macapat. Supaya bisa dikenal ketentuan baku serta ketentuan yang tidak baku.
- Mempunyai cengkok yang jelas sekali perbedaannya. Perihal itu terjalin sebab terbawa- bawa dari area sosial budaya masyarakatnya.
- Lafal pengucapan kata yang menampilkan dialek khas bahasa Malangan, yang biasanya nyaris mirip dengan bahasa Surabayan. Misalnya saja pengucapan kata wurung jadi wUrUng, grimis diucapkan grImIs serta lain- lain.
Tembang macapat malangan sendiri terdiri dari 2 bagian, ialah rasaning basa( sastra) serta rasaning swara( lagu). Letak keelokan swara ataupun lagu itu bersumber pada tangga nada serta bergantung dari luk, gregel, serta cengkok. Metode menempatkan luk, gregel, serta cengkok tidak terikat dalam tata ketentuan namun bergantung dengan orang yang menembangkan.
Gregel ialah lekuk- lekuk suara yang berlangsung sebentar. Luk ialah lekuk- lekuk suara yang agak panjang. Sebaliknya cengkok ialah lekuk- lekuk suara buat melagukan tembang bagi perasaan yang menembang.
1. Tembang Kinanthi (Metaraman) Laras Slendro Pathet Sanga
. . .
5 6 6 6 6 1 2 2
Pa- dha gu- lang- en ing kal- bu
. . . . .
2 2 1 1 6 6 1 5 6
Ing sas- mi- ta am- rih lan- tip
. . . . . .
5 6 1 1 1 1 1 6 1
A- ja pi- jer ma- ngan nen- dra
5 5 5 5 5 2 3 2 1
Ka- pra- wi- ran den ka- es- thi
1 2 3 5 5 5 5 5
Pe- su- nen sa- ri- ra ni- ra
3 2 2 2 2 3 2 3 5
Ce-gah- en dha- har lan gu- ling
Dadya laku nira iku,
Cegah dhahar lawan guling,
Lan aja asuka-suka
Anganggoa sawetawis
Ala wateke wong suka,
Nyuda prayitnaning batin
2. Kinanthi Malangan Laras Slendro
. . . . . .
6 6 6 6 2 3 21 12
Ki- dul men- dhung nga- lor men- dhung
. . . .
1 23 65 5 6 6 16 53
U- dan so- re ri- mis- ri- mis
. . . . .
6 1 2 12 6 5 165 5
Banjir ke- lem ing ndha- ra- tan
5 5 56 6 2 2 12 16
.
A- rep nya- brang wot- e ken- tir
3 5 5 5 6 3 532 2
Sa-pa bi- sa nya- brang-e- na
.
3 5 5 5 6 6 16 53
Da-di tim- bang- an wak- ma- mi
Rikala ing wanci dalu
Kula sare ngipi-ngipi
Impen kula yen ngendahna
Guling siji den karoni
Mulat nganan ngiri nana
Sumedhot rasane ati