

Cerita Panji Asli Malang : Terdengar Hingga Thailand
Tarian panji yang disuguhkan Sanggar Asmoro Bangun Kedungmonggo dari Kabupaten Malang, Jawa Timur, sebagian waktu kemudian membuat ratusan hadirin di Kota Tua Jakarta, terpaku.
Walaupun tidak seluruh mengerti dengan bahasa Jawa, gerakan lincah para penari yang diiringi gamelan membuat para pemirsa betah melihat. Tarian tersebut ialah bagian dari Festival Sastra ASEAN, ALF 2017, yang di dalamnya menunjukkan Festival Budaya Panji.
Tokoh utamanya merupakan Raden Inu Kertapati dari Kerajaan Jenggala serta Dewi Sekartaji alias Dewi Galuh Candra Kirana dari Kerajaan Kediri.
“ Kisah- kisah Panji itu biasanya menggambarkan pengembaraan Panji menciptakan Dewi Sekartaji. Tetapi, dalam pengembaraan itu tumbuh paling tidak 15 cerita. Intinya merupakan roman, cerita percintaan,” jelas Tri Handoro, pemimpin Sanggar Tari Asmoro Bangun, kepada BBC Indonesia.
Semenjak masa Majapahit
Kumpulan cerita Panji sejatinya dituturkan semenjak jaman Kerajaan Majapahit. Bersamaan berjayanya kerajaan itu, cerita Panji juga menyebar ke bermacam wilayah.
“ Cerita Panji terkenal semenjak abad ke- 13 setelah itu menyebar turut dengan Majapahit ke Bali, Lombok, serta Sulawesi Selatan. Cerita itu kemudian menyeberang ke Malaysia. Di situ namanya hikayat. Setelah itu cerita itu hingga ke Thailand, namanya Inao,” kata mantan Menteri Pembelajaran serta Kebudayaan, Wardiman Djojonegoro.
Penyebaran cerita panji ke mancanegara semenjak berabad kemudian diamini Nooriah binti Mohamed, periset budaya Jawa dari Universitas kebangsaan Malaysia.
Baginya, bersumber pada bacaan sejarah Melayu ataupun the Malay Annals, penyebaran cerita Panji ke Tanah Melayu dimungkinkan berkat pernikahan Raja Malaka, Sultan Mansyur Syah, dengan gadis raja dari Majapahit.
“ Saat ini ini masih terdapat generasi Jawa di Malaysia. Mereka meneruskan budaya serta bahasa dari leluhurnya. Dalam perihal ini, cerita Panji jadi tradisi verbal yang diteruskan dari mulut ke mulut, dari generasi ke generasi,” kata Nooriah.
Jejak cerita Panji di beberapa wilayah bisa ditelusuri lewat naskah- naskah kuno. Periset naskah- naskah ini merupakan Roger Tol dari Universitas Leiden, Belanda.
Ia berkata ada 5 manuskrip cerita Panji di Bibliotek Negeri, Malaysia; satu naskah di Bibliotek Kamboja; 76 naskah di Bibliotek Nasional, Indonesia; serta 250 naskah di Bibliotek Leiden, Belanda.
“ Naskah- naskah ini ditulis dalam bahasa setempat. Di Indonesia, misalnya, terdapat dalam bahasa Bugis, Jawa Kuno, Aceh. Setelah itu bahasa Khmer di Kamboja serta bahasa Melayu di Malaysia. Yang tertua kami temukan itu dari tahun 1725, bahannya daun lontar,” kata Tol.
Ingatan kolektif dunia
Festival Panji ini digagas Departemen pembelajaran serta Kebudayaan buat mempopulerkan kumpulan cerita Panji yang mengisahkan percintaan serta peperangan pada masa Kerajaan Kediri di Jawa Timur. Ini ialah bagian dari upaya pemerintah Indonesia serta negara- negara lain buat mengajukan naskah Panji ke lembaga UNESCO buat dijadikan ingatan kolektif dunia.
Mantan Menteri Pembelajaran serta Kebudayaan, Wardiman Djojonegoro, merupakan salah seseorang yang ditunjuk Kemendikbud buat mengegolkan upaya tersebut. Ia berkata upaya itu ikut disokong pemerintah Malaysia, pemerintah Kamboja, Universitas Leiden, serta Bibliotek Nasional Inggris ataupun British Library.
“ Kami berharap naskah Panji dijadikan Ingatan Kolektif Dunia. Keputusannya Oktober mendatang. Di mari tidak terdapat negeri yang mengklaim Panji itu miliknya,” kata Wardiman.
Dikala Indonesia serta beberapa negeri hendak menjadikan Cerita Panji selaku Ingatan kolektif dunia, tampaknya khalayak tidak banyak mengenali cerita tersebut. Ini mendesak seseorang laki- laki bernama Dwi Cahyono membangun Museum Panji di Kabupaten Malang, Jawa Timur, sepanjang 3 tahun terakhir.
Ia mengaku sudah menghabiskan Rp30 miliyar buat mewujudkan impiannya.
“ Tidak hanya museum, aku mau nanti terdapat tempat pertunjukan tari serta topeng Panji. Aku pula berencana membuat desa yang menggambarkan kehidupan Majapahit, lengkap dengan rumah- rumah dan aktor yang berbusana masa Majapahit,” kata Dwi.